Berikut aku muat tentang cara duduk shalat dua rekaat seperti yang ku copy dari webnya muhammadiyah atas pertanyaan dari salah seorang simpatisan/anggota.
Cara Duduk Dalam Alat Dua Rakaat
1- Artinya: “Malik bin al-Huwairis al-Laisy elah menceritakan kepada
kami, bahwa dirinya pernah melihat Nabi saw sedang melakukan
shalat, apabila beliau duduk pada rakaat ganjil dari shalatnya beliau
tidak berdiri, sampai beliau duduk dengan lurus”. (HR al-Bukhari; bab man
istawa qaidan fi witrin min shalatihi)
2. Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata; adalah Rasulullah saw.
memulai shalatnya dengan (mengucapkan) takbir dan (melanjutkan) dengan
(bacaan) Alhamdu lillahi rabbil’alamin. Apabila beliau ruku’, maka tidak
mengangkat kepalanya dan tidak pula merendahkannya, tetapi eliau
melakukannya dengan tengahtengah (lurus). Apabila beliau mengangkat
kepalanya dari ruku’ (bangkit), beliau tidak (segera) sujud sampai berdiri
tegak. Dan apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud, maka beliau
pun tidak (segera) sujud (yang kedua) sampai beliau sempurna duduknya,
dan pada setiap dua rakaat beliau membaca “at-Tahiyat” dan (pada saat
itu) beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya. Beliau
melarang (orang shalat) duduk di atas kedua tumitnya dan melarang pula
seseorang menghamparkan kedua hastanya hamparan binatang buas, dan beliau
mengakhiri shalatnya dengan membaca salam.” (HR Muslim; kitab as- Shalat,
bab Maa Yajma’u shifat as-Shalat)
3. Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata; adalah Rasulullah saw.
memulai shalatnya dengan (mengucapkan) takbir dan (melanjutkan) dengan (bacaan)
Alhamdu lillahi rabbil-‘alamin. Apabila beliau ruku’, maka tidak
mengangkat kepalanya dan tidak pula menundukkannya, tetapi beliau melakukannya
dengan tengahtengah (lurus). Apabila beliau mengangkat kepalanya
(bangkit) dari ruku’ , beliau tidak (segera melakukan) sujud sampai berdiri
tegak. Dan pada setiap dua rakaat beliau membaca “at-Tahiyat” dan beliau
duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya.” (HR. Abu Dawud)
4- Artinya: “Diriwayatkan dari Muhammad bin Amr bin ‘Atha bahwa dirinya
pernah duduk bersama dengan para sahabat, maka kami membicarakan tentang shalat
Nabi saw, (ketika itu) Abu Humaid as- Sa’idi berkata; aku adalah orang yang
paling mengerti shalat Rasulullah saw. Aku melihat beliau, apabila
bertakbir, mengangkat kedua tangannya sejurus dengan bahunya dan apabila ruku’
meletakkan kedua tangannya pada kedua lututnya, lalu membungkukkan punggungnya,
kemudian apabila mengangkat kepalanya beliau berdiri tegak sehingga luruslah
tiap tulangtulang punggungnya seperti semula; lalu apabila sujud, beliau
meletakkan kedua telapak tangannya pada tanah dengan tidak menempelkan kedua
lengan dan tidak merapatkannya (pada lambung), dan ujung-ujung jari kakinya
dihadapkan ke arah Qiblat. Kemudian apabila duduk pada raka’at yang kedua
beliau duduk di atas kaki kirinya dan menumpukkan kaki yang kanan. Kemudian
apabila duduk pada raka’at yang terakhir ia majukan kaki kirinya dan
menumpukkan kaki kanannya serta duduk bertumpu pada pantatnya.” (HR. al-
Bukhari, kitab al-Adzan, bab sunnah al- Julus fii at-Tasyahhud)
5- Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Humaid as-Sa’idy ia berkata, adalah Nabi saw
apabila beliau duduk pada rakaat kedua dimana shalat berakhir, beliau
memajukan kaki kirinya dan duduk pada bagian kirinya dengan cara
tawarruk, lalu ia mengucapkan salam”. (HR an-Nasa’i, Kitab as-Sahwi, Bab
Sifat al-Julus fi ar-Rak’ati allati yaqdhi fiiha as-Shalat)
Dengan memperhatikan Hadits-Hadits tentang tata cara shalat di atas,
dapat disimpulkan bahwa duduk dalam pelaksanaan shalat ada dua macam,
yaitu:
Pertama, duduk iftirasy, yaitu duduk dengan cara duduk di atas telapak kaki
kiri dan telapak kaki kanan ditegakkan.
Kedua, duduk tawarruk, yaitu duduk dengan cara memajukan kaki kiri di
bawah kaki kanan dan menegakkan telapak kaki kanan.
Berdasarkan kemiripan matan dan kesamaan isi, dilalah hadits-hadits
tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1. Kelompok pertama (Hadits no.1). Dilalah Hadits ini menunjukkan adanya duduk
istirahat ketika akan berdiri dari rakaat ganjil (rakaat pertama dan tiga).
2. Kelompok kedua (Hadits no. 2 dan3). Dilalah kedua Hadits tersebut
menunjukkan bahwa Nabi saw pada setiap 2 rakaat membaca at-tahiyat (tasyahud)
dan duduk dengan cara duduk iftirasy, dan Nabi melarang duduk di atas
kedua tumitnya dan melarang pula kepada orang yang shalat menghamparkan kedua
hastanya seperti binatang.
3. Kelompok ketiga (Hadits no.4-5). Dilalah kedua Hadits tersebut menjelaskan
apabila beliau duduk pada rakaat kedua beliau duduk di atas kaki kirinya dan
menegakkan kaki kanannya (duduk iftirasy) dan apabila duduk pada rakaat terakhir,
beliau memajukan kaki kiri (di bawah kaki kanan) dan menegakkan kaki
kanannya (duduk tawarruk).
Secara lahiriyah (tekstual) Hadits no. 3 (Hadits riwayat Abu Dawud
melalui Aisyah ra.) menunjukkan bahwa pada setiap dua rakaat membaca
“at-Tahiyyat” atau “tasyahud” dan duduk dengan cara duduk iftirasy.
Pemahaman ini tidak tepat karena pada Hadits lain seperti pada Haditsno. 4,
Hadits riwayat al-Bukhari melalui Abu Hamid as-Sa’idy menjelaskan bahwa beliau
(Abu Hamid) mengetahui betul carashalat Rasulullah, apabila duduk pada rakaat
kedua beliau duduk dengan cara duduk iftirasy dan apabila duduk pada
rakaat terakhir duduk dengan cara duduk tawarruk.
Dan pada Hadits no. 5 (Hadits riwayat an-Nasa’i dari Abu Hamid as- Sa’idy
menjelaskan bahwa Nabi saw apabila duduk pada rakaat kedua yang merupakan
rakaat terakhir duduk dengan cara duduk tawarruk. Menurut kami Hadits no.
3 (Hadits riwayat Abu Dawud melalui Aisyah ra) tidak difahami secara
kemutlakannya, akan tetapi harus dihubungkan dengan pemahaman terhadap Hadits
lainnya (seperti Hadits no. 4 dan 5) yang semakna.
Dengan demikian untuk memahami Hadits tersebut (Hadits no. 3, Hadits riwayat
Abu Dawud melalui Aisyah ra) perlu dikaitkan dengan pemahaman terhadap
Hadits lainnya, dan menurut kami pemahaman semacam ini lebih tepat.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap Hadits tersebut (Hadits no. 3, Hadits
riwayat Abu Dawud melalui Aisyah ra.) adalah cara duduk pada raka’at kedua yang
bukan merupakan rakaat terakhir dengan cara duduk “iftirasy”, sedang duduk
pada rakaat kedua dan rakaat tersebut merupakan rakaat terakhir (yang
diakhiri dengan mengucapkan salam), maka duduknya dengan cara duduk
“tawarruk” (memasukkan kaki kiri di bawah kaki kanan, dan menegakkan
jari-jari kaki kanan serta duduk di lantai). Pemahaman semaca ini dikuatkan
dengan pemahaman dari beberapa Hadits yang menjelaskan bahwa cara duduk
pada rakaat terakhir (baik jumlah rakaatnya 2, 3 atau 4) dengan cara duduk
“tawarruk”. Dengan mengkaji ulang pemahaman terhadap.
Hadits-Hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kalimat
“raka‘at terakhir” yaitu duduk tahiyat terakhir dalam shalat, baik shalat
tersebut jumlah rakaatnya dua rakaat, tiga rakaat atau empat rakaat, baik dalam
shalat wajib maupun shalat sunat yang setelah selesai berdoa lalu ditutup
dengan salam. Cara duduk pada rakaat terakhir tersebut sama, yaitu dengan cara
duduk tawarruk.l Wallahu a‘lam bish-shawab. *A.56h)