Bagi saudaraku yang ingin mengetahui perihal Kelompok Dakwah Salafi, Berikut ada postingan yang aku ambil dari blog Majelis Penulis. aku copy apa adanya.
Manhaj Salaf di Indonesia
Posted by Majelis
Penulis at 20.08 on Jumat, 08 Juni 2012
Oleh : Suhanah
Abstract
This research aims to understand the intellectual network,
institution, and funding of Salafi in Bogor. This research applies a
quantitative descriptive method with a phenomenological approach. It concludes
that the Salafi intellectual network was built and developed through
educational channels (universities, modern pesantren, dakwah through mosques).
They established cooperation with universities from Indonesia and abroad,
ranging from countries such as the Middle East, Saudi Arabia, Kuwait, Yemen,
and Jordan.
Keywords: Network, Theory, Movement, Salafiyah, aksi
anarkis, gerakan radikal.
Tanbih : Tulisan ini adalah Hasil Penelitian yang obyektif,
walaupun demikian beberapa tulisan hanya hasil observasi yang kurang valid
sehingga dipertanyakan kebenarannya. Sebagai seorang outer-side (peneliti dari
luar) maka yang didapat adalah apa yang di luar bukan hakikat dari ajaran
tersebut. Karena itu sebagai sebuah observasi dan hipotesa maka bisa saja
tulisan hasil dari penelitian ini salah, silahkan dikomentari, dikritik dan
diperbaiki.
Pendahuluan
Salafi muncul pertama kali pada akhir abad ke 19 di Saudi
Arabia. Belakangan ini semakin berkembang paham dan gerakan tersebut dan masuk
ke Indonesia. Paham tersebut secara luas memiliki pengaruh yang cukup besar di
masyarakat, seperti melalui: pondok pesantren, perguruan tinggi, majelis
taklim, lembaga amil zakat, infaq dan shadaqoh. Juga melalui
pengajian-pengajian di masjid kampus. Di Indonesia faham tersebut masuk melalui
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Mereka di Saudi Arabia banyak menuntut
ilmu di Universitas Muhamad Ibnu Suud (King Saud University) di Riyadh. Lembaga
tersebut mempunyai cabangnya di Indonesia yaitu: Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam
dan Arab (LIPIA) Jakarta.Para alumni LIPIA yang telah menuntaskan studinya di
Saudi Arabia menandai kelahiran generasi Wahabi baru di Indonesia, diantaranya
adalah Abu Nida, Ahmad Faiz Asifuddin dan Aunur Rafiq Gufron sebagai kader
DDII. Setelah kembali dari Saudi Arabia mereka mengajar di pesantren, seperti pesantren
Al-Mu’min di Ngruki, pesantren Wathaniyah Islamiyah di Kebumen dan pesantren
Al-Furqon di Gresik. Pesantren-pesantren tersebut mempunyai karakter pendidikan
modern. Kurikulumnya ditekankan pada pengajaran bahasa Arab, teologi Islam dan
hukum Islam. Para alumni Saudi Arabia ini berkomitmen untuk menyebarkan Wahabi
di bawah panji gerakan dakwah Salafi. Mereka berpendapat bahwa umat Islam
Indonesia butuh pemahaman Islam yang sejati sebagaimana di praktekkan Salafush
Shaleh. (Nurhaidi Hasan, 2008 : 65)
Selain dari Saudi Arabia, ajaran Salafi yang masuk ke
Indonesia juga berasal dari Kuwait. Dua negara kaya minyak tersebut merupakan
sumber utama pendanaan bagi kelangsungan aktivitas gerakan Salafi. Menurut Zaki
Mubarak (2007 : 119), perkembangan gerakan Salafi di Indonesia mendapat
dukungan ditandai dengan kedatangan para tokoh intelektual Arab Saudi, Kuwait
dan Yaman. Beberapa tahun belakangan gerakan Salafi bermunculan di beberapa
daerah di Indonesia seperti di Jakarta, Banten, Jawa Barat/Bogor, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Riau, Nusa Tenggara dan Sulawesi Selatan. Ciri-ciri mereka,
terutama para kaum lelakinya mengenakan gamis, bercelana panjang di atas mata
kaki dan memelihara jenggot. Bagi perempuannya berpakaian gamis warna hitam,
warna abu-abu, warna coklat dan memakai cadar.
Perubahan sosio-kultural tersebut menurut pandangan mereka
sebagaimana dicontohkan generasi zaman Nabi. Berlanjut era al-khulafa
al-rasyidun, kemudian dinasti Ummayah dan Abbasiah. Menyusul dinasti Abbasiah
dan Umayyah di Spanyol, cita-cita untuk mewujudkan Islam sebagai acuan dan
tatanan kehidupan umat manusia terus hidup dan mengalami penafsiran ulang.
Gagasan Salafisme terus dikembangkan terutama oleh ulama Arab Saudi yang
didukung oleh pemerintahan Negara tersebut. Inti pemahaman dan gerakan Salafi
adalah kembali kepada ajaran yang benar dan murni sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah
saw dan kehidupan beragama sebagaimana dipraktikkan oleh salaf al-shaleh.
Gerakan pemurnian Islam dari pengaruh budaya dan ajaran
non-Islam dalam pemahaman dan praktik. Paham ini populer disebut oleh pengamat
sebagai “fundamentalisme” atau “radikalisme”. Dari sini muncul istilah gerakan
Islam radikal, Islam fundamentalis, Islam ekstrim, dan sebagainya. (Syafi’i
Mufid, 2009 : 16). Dakwah Salafi berkembang di seluruh Indonesia dan memiliki
varian yang berbeda-beda. Tokoh sentral yang akhir-akhir ini muncul seperti
Ja’far Umar Thalib, Abu Nida, Abdul Hakim, Yusuf Usman Baisa dan Yazid bin
Abdul Qadir Jawas. (M. Zaki Mubarak, 2007 : 119). Masing-masing tokoh tersebut
memiliki kharakteristik tersendiri dan memiliki pengikut.
Penelitian tentang Salafi sesungguhnya telah banyak
dilakukan. Beberapa peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan juga telah
melakukan kajian ini, seperti yang dilakukan oleh Ahmad Syafi’i Mufid yang
berjudul: “Profil Aliran/Faham Keagamaan di Indonesia”, Haidlor Ali Ahmad
dengan judul: “Studi Kelompok Keagamaan Salafi di Kota Batam”. Kemudian
Nuhrison M. Nuh meneliti tentang “Sejarah dan Ajaran Salafi di Kabupaten Lombok
Timur”. Kajian-kajian tersebut terfokus pada paham, ajaran dan perkembangan.
Dalam studi ini, penulis hendak memfokuskan pada aspek
jaringan Salafi dan perkembangannya yang meliputi jaringan intelektual,
kelembangaan dan pendanaan. Kemudian juga mengupas bagaimana pandangan pengikut
salafi sendiri dan aparat setempat tentang gerakan ini. Diantara kegunaan
kajian ini adalah sebagai bahan masukan pada pihak-pihak yang berkepentingan
dalam mengkaji dan memperdalam mengenai Salafi.
Penelitian ini dilakukan pada kelompok jaringan Salafi yang
ada di Bogor, yang merupakan penelitian terhadap kasus dengan pendekatan
kualitatif dan fenomenologis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
wawancara terhadap pimpinan dan asatidz Salafi di wilayah Bogor.
Juga dengan pemerintah (Kementerian Agama) dan aparat
setempat serta jamaah Salafi sendiri. Data juga diperoleh melalui observasi
terhadap kegiatan pengajian-pengajian (halaqoh) dan telaah terhadap
simbol-simbol yang digunakan Salafi. Sumber skunder diperoleh melalui hasil
penelitian, jurnal, klipping koran, buku-buku yang berhubungan dengan Salafi
dan dokumen-dokumen yang dimiliki salafi.
Sekilas tentang Salafi
Kata salaf sering dikaitkan dengan kata ulama, ulama salaf,
yang berarti ulama lama sebagai lawan dari ulama baru (khalaf) atau
kontemporer. Salafi dalam konteks faham keagamaan adalah penisbatan kelompok
orang atau komunitas yang memperaktekkan Islam berdasarkan teks al-Qur’an dan
As-Sunnah sebagaimana yang diamalkan oleh para sahabat Nabi Muhamad saw. Salafi
atau Shalafush shaleh adalah para sahabat dari tabiin dan tabiit tabiin. Mereka
dianggap sebagai orang-orang yang telah memahami dan mempraktikkan Islam secara
benar.
Menurut Yazid bin Abdul Qadir Jawas (2009 : 22) Salafi
adalah setiap orang yang berada di atas Manhaj Salaf dalam aqidah, syariat,
akhlak dan dakwah Salaf berasal dari kata salafa-yaslufu-salafan, yang artinya
kaum terdahulu. Secara lebih luas, kata salaf berarti seseorang yang telah
mendahului atau terdahulu dalam ilmu, iman, keutamaan dan kebaikan. Salaf menurut
istilah adalah sifat yang khusus dimutlakkan kepada para sahabat yaitu
orang-orang yang mengikuti para sahabat, tabiin dan tabiut tabiin.
Salafi dirintis oleh Ibnu Taimiyah dan dipraktikkan oleh
Muhammad bin Abdul Wahab. Fakta tersebut kemudian mengilhami lahirnya pemikiran
Islam generasi berikutnya seperti Pan Islamisme oleh Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha, dan Jamaludin al-Afgani di Mesir.
Pasca Muhammad Abduh di Mesir lahir Ikhwan al-Muslimin yang
digagas oleh Hasan Al-Banna. Di Saudi Arabia lahir Salafi dakwah hingga Salafi
jihadis sebagaimana dilakukan oleh mantan murid Syaikh Abdul Azis bin Baaz.
Muncul pula Juhaiman yang memimpin pemberontakan di Ka’bah-Mekkah pada awal
tahun baru hijriyah 1400 H/1979 M. Di India lahir Jamaat al-Islami yang dipimpin
oleh Abu ‘Ala al-Maududi dan Jamaah Tabligh oleh Muhamaad Ilyas. Di Lebanon
dicetuskan oleh Syaikh Taqiyudin al-Nabhani melahirkan Hizb al Tahrir.
Paham dan gerakan yang memiliki hubungan genealogi ide dan
gerakan pemurnian/ pembaharuan yang menempatkan pemikiran dan praktik keagamaan
Salaf al-shaleh antara satu dengan yang lain berbeda strategi dan cara untuk
meraih cita-cita. (Syafi’i Mufid, 2009 : 18)
Salafi dan Perkembangannya di Indonesia
Faham dan Ajaran Salafi
Dakwah yang dilakukan orang-orang Salafi, baik yang ada di
Indonesia maupun di Timur Tengah, termasuk Yordan, Yaman dan Kuwait, semuanya
sama yaitu melakukan dakwah Islam dengan berpedoman kepada teks al-Qur’an dan
AS-Sunnah dengan bermanhaj shalafush shaleh. Hanya saja dalam hal-hal yang
berkaitan dengan masalahmasalah khilafiyah mereka sangat menekankan bid’ah dan
bid’ah itu dikatakan sesat. Orang-orang Salafi dengan tegas memberantas hal-hal
yang dianggap bid’ah seperti: Maulid nabi, Isra’mi’raj, Qunutan, Tahlilan
3 hari, 7 hari, 14 hari maupun 40 hari, mengaji di depan
mayat, mengaji di kuburan, ziarah kubur, mengaji surat yaasin pada malam jum’at
dan ada lagi yang lainnya dianggap bid’ah karena menurut mereka perbuatan
tersebut tidak pernah dicontohkan Nabi. Sunnah-sunnah Nabi diikutinya dengan
baik, seperti memelihara jenggot.
Ajaran dan gerakan pemikiran Islam Salafiyah merupakan
gerakan pemikiran yang berusaha menghidupkan kembali atau memurnikan ajaran
Islam yang berdasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw, sebagaimana
yang telah diamalkan oleh para Salaf (para sahabat terdahulu). Tujuan dari
gerakan pemikiran Salafiyah adalah agar umat Islam kembali kepada dua sumber
utama pemikiran Islam, yakni kitab suci al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw,
serta meninggalkan pendapat ulama mazhab yang tidak berlandaskan pada dua
sumber ajaran tersebut. Juga memurnikan ajaran Islam dari pengaruh kepercayaan
dan tasawuf yang menyesatkan, menghilangkan ajaran tasawuf yang mengkultuskan
para ulama dan pemujaan kuburan para wali atau tokoh agama. (Imam Tholhah, 2003
: 33).
Perkembangan Salafi
Gerakan Salafi masuk dan berkembang di Indonesia sejak era
kolonial Belanda. Salah satunya yang mencuat adalah Gerakan Paderi yang
dipelopori oleh Tuanku Nan Tuo, orang Paderi dari Koto Tuo Ampek Anggek Candung
1784-1803. (Imam Tholhah, 2003 : 35). Ajaran Salafi masuk ke Indonesia melalui
para sarjana alumni Timur Tengah, terutama mereka yang bersekolah di
Universitas-Universitas di Arab Saudi dan Kuwait. Dua negara ini merupakan
basis utama atau sentral gerakan salafi seluruh dunia. Selain itu, dua negara
kaya minyak ini juga merupakan sumber utama pendanaan bagi kelangsungan
aktivitas gerakan Salafi.
Menurut Imdadun Rachmat, persentuhan awal para aktivis pro
Salafi di Indonesia dengan pemikiran Salafi terjadi pada tahun 1980-an
bersamaan dengan dibukanya Lembaga Pengajaran Bahasa Arab (LPBA) di Jakarta.
Lembaga ini kemudian berganti nama menjadi LIPIA yang memberikan sarana bagi
mereka untuk mengenal dan mendalami pemikiran-pemikiran para ulama Salaf.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta merupakan cabang dari
Universitas Muhamad Ibnu Suud (King Saud University) di Riyadh. Pembukaan
cabang baru di Indonesia (Jakarta) ini terkait dengan gerakan penyebaran ajaran
Wahabi yang berwajah Salafi ke seluruh dunia Islam. Kampus LIPIA Jakarta telah
menghasilkan ribuan alumni, yang umumnya berorientasi Wahabi Salafi dengan
berbagai variannya. Kini alumni LIPIA sebagian menjadi aktivis PKS dan sebagian
lainnya menjadi da’i Salafi dan aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Kampus LIPIA Jakarta langsung di bawah Universitas Islam
Imam Muhammad Ibn Sa’ud, Riyadh, dan dipimpin oleh seorang direktur
berkebangsaan Saudi, yang bertanggung jawab dalam bidang akademik dan masalah-masalah
administratif, di bawah pengawasan langsung Kedutaan Saudi Arabia di Jakarta.
Direktur pertamanya adalah ’Abd al-’Aziz ’Abd Allah al-’Amir, seorang mahasiswa
Bin Baz. Sebagai lembaga yang secara administratif bertanggung jawab terhadap
LIPIA. Universitas itu memilih dan merekrut para pengajar dari Saudi Arabia,
Mesir, Jordania, Sudan, Somalia, dan Indonesia. Mereka bekerja dengan
universitas berdasarkan kontrak. Beberapa staf pengajar tambahan direkrut
secara pribadi oleh direktur LIPIA.
Begitu pentingnya posisi LIPIA di mata Saudi Arabia,
sehingga sejumlah pejabat tinggi Saudi Arabia mengunjungi Lembaga tersebut,
seperti: Pangeran Sultan Ibnu Abdul Aziz, Pangeran Sa’ud Al-Faysal, Pangeran
Sultan Ibn Salman Ibnu Abdul Aziz, Pangeran Turki Al-Faysal, Khaliq bin Muhamad
Al-Anqari, ’Abdul Al-Muhsin Al-Turki, Usama Faysal, ’Abdullah Al-Hijji,
’Abdullah Ibnu Shalih Al-’Ubaiyd, dan Ibrahim Al-Akbar. Berkat dukungan penuh
Saudi Arabia, LIPIA berhasil menebar pengaruhnya di seluruh Indonesia.
(Nurhaidi Hasan, 2008 : 60). Pihak LIPIA juga mencetak kitab-kitab mengenai
ajaran Wahabi dan Edisi-Edisi Qur’an yang dibagikan kepada Institusi Pendidikan
Islam dan organisasi keagamaan Islam secara gratis. Kitab-kitab yang dicetak
diantaranya adalah:
1) Al-”Ubudiyah, Al-’Aqidat Al-Wasyatiyah, oleh Ibnu
Taymiyyah.
2) ’Aqiqat Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah, oleh Muhammad Ibnu
Shalih Al-’Uthaymin, Butlan ’Aqaid al-Syiah, oleh Abdul al-Sattar al-Tunsawi,
Al-Khuththal-’Arida li al-Syiah al-Istna ’Asyariyah oleh Muhib al-Din al-Khatib,
dan Kitab al-Tauhid oleh Muhamad ibn ’Abdu al-Wahhab. Selain itu, LIPIA
melakukan kegiatan-kegiatan dakwah seperti perlombaan Musabaqah Tilawatil
Qur’an, membuka halaqah-halaqoh dan dauroh-dauroh bekerjasama dengan organisasi
keagamaan Islam.
Jangkauan pengaruh LIPIA adalah para mahasiswa yang berhasil
dicekoki aspek ajaran Wahabi melalui halaqah-halaqah dan daurah-daurah. Sebagai
upaya meningkatkan kampanye Wahabinya. LIPIA memperkenalkan program pengiriman
mahasiswa-mahasiswa berprestasi untuk belajar di Saudi Arabia, khususnya di
Universitas Imam Muhammad ibn Sa’ud di Riyadh dan Universitas Islam Madinah di
Madinah. Melalui program tersebut lebih dari 30 orang alumninya berhasil
melanjutkan studinya di Saudi Arabia setiap tahun. (Nurhaidi Hasan, 2008 : 62).
Perkembangan gerakan Salafi di Indonesia juga mendapat
dukungan langsung melalui kehadiran tokoh-tokoh Intelektual “Arab”di antaranya
dari Arab Saudi sendiri yaitu Kuwait dan Yaman. (Zaki Mubarak, 2007 : 119)
Pengaruh Saudi Arabia mengalir ke Indonesia melalui Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia (DDII). Sekembalinya para alumni yang telah menuntaskan studinya di
Saudi Arabia menandai kelahiran generasi Wahabi baru di Indonesia, diantaranya
adalah Abu Nida, Ahmad Faiz Asifuddin dan Aunur Rafiq Gufron sebagai kader
DDII. Sepulang dari Saudi Arabia, mereka mengajar di pesantren-pesantren,
seperti pesantren Al-Mu’min di Ngruki, Wathaniyah Islamiyah di Kebarongan
Banyumas dan Al-Furqon di Gresik. Lembaga-lembaga pendidikan ini berkarakter
modern. Kurikulumnya menekankan pengajaran bahasa Arab, teologi Islam dan hukum
Islam. Para alumni Saudi ini berkomitmen untuk menyebarkan Wahabisme di bawah
panji gerakan dakwah Salafi. (Nurhaidi Hasan, 2008 : 65).
Abu Nida lahir di Lamongan Jawa Timur pada tahun 1954. Usai
menyelesaikan pendidikannya di PGA Muhamadiyah Karangasem, melibatkan diri
mengikuti kursus dakwah di DDII yang diselenggarakan di Pesantren Darul Falah
Bogor, sebagai bagian dari program yang dirancang untuk mengirim para dai ke
daerah-daerah transmigrasi. Kemudian ia dikirim ke pedalaman Kalimantan Barat.
Setelah merampungkan kerjanya di Kalimantan, ia mendapat rekomendasi dari
Muhamad Natsir untuk belajar di Saudi. Sebelum belajar di Saudi Arabia
(Universitas Imam Muhammad Ibnu Sa’ud) ia terlebih dahulu belajar bahasa Arab
di LIPIA.
Sepulang dari almamaternya di Saudi, untuk mengembangkan dan
memperluas gerakan Salafi ia membuat halaqoh-halaqoh dan daurohdauroh Salafi di
Masjid Mardiyah dekat Fakultas Kedokteran UGM, Masjid Mujahidin dekat IKIP Jogyakarta,
Masjid siswa Graha Pogung, Masjid STM Kentungan dan sebuah rumah di Jl.
Kaliurang Yogyakarta. Melalui strategi itulah Abu Nida merekrut sejumlah
mahasiswa, khususnya mahasiswa UGM, IKIP dan UPN masuk ke dalam lingkaran
pengikut Salafi.
Dukungan dari kedua karib dekatnya, Ahmad Faiz Asifuddin dan
Rofiq Gufron, Abu Nida menggelar dauroh satu bulanan di Pesantren Ibnu Qayyim
Sleman Yogyakarta dan memperoleh dukungan DDII. Pada awal tahun 1990-an,
kegiatan-kegiatan dakwah yang dikembangkan oleh Abu Nida, makin ditopang dengan
kedatangan Ja’far Umar Thalib, Yazid bin Abdul Qadir Jawas dan Yusuf Usman
Baisa yang sama-sama alumni LIPIA keturunan Hadrami.
Pada awalnya orang-orang yang pernah belajar di Saudi Arabia
seperti: Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Ustadz Abdul Hakim, Ustadz
Badrusalam, mereka setelah selesai belajar, di Saudi Arabia dengan Prof. Dr.
Syakh Abdurrazzaq (Dosen Universitas Jami’ah Al-Islamiyah Madinah), kemudian
kembali ke kampung halamannya, lalu mengembangkan dakwah Salafi, dengan mengadakan
pengajian di masjid-masjid yang berbasis Muhamadiyah yang ada disekitarnya.
Beberapa tahun berikutnya mereka membangun masjid dan membuat kelompok-kelompok
pengajian Salafi. Dalam ceramah pengajiannya banyak masyarakat yang tidak
setuju dengan isi dakwahnya, karena banyak mengangkat masalah khilafiyah yang jamak dilakukan oleh
mayoritas umat Islam (bid’ah). (Wawancara dengan Ustadz Abu Zuhri, 21 April
2010).
Di wilayah Cileungsi Bogor, Badrussalam membangun sebuah
Masjid Al-Barkah yang tidak jauh dari rumahnya. Dakwah Salafi dilakukan melalui
ceramah pada waktu khutbah Jum’at dan waktu-waktu shalat subuh serta dalam
pengajian atau taklim yang dihadiri oleh kaum laki-laki. Para peserta lazim
disebut dengan Ikhwan. Isi ceramah yang disampaikan beliau banyak ditentang
masyarakat, karena dianggap meresahkan masyarakat setempat yang sudah terbiasa
melakukan qunutan, tahlilan, melaksanakan perayaan maulid dan isra mi’raj,
mereka katakan itu adalah bid’ah dan sesuatu yang bid’ah itu adalah sesat.
Sehingga masyarakat setempat timbul amarah mendatangi masjid tersebut dan
menyatakan meminta supaya dakwah tentang menesat kan orang lain segera di
hentikankarena akan menimbulkan kemarahan masyarakat yang lebih besar. Mereka
selain melakukan dakwahnya melalui jalur pendidikan juga melalui media berupa
Radio dan majalah. Seperti yang digagas oleh
seperti Pawaz dan Abu Zuhri, Agus Hasan minta persetujuan dari
Badrussalam dan Yazid yang pernah belajar di Pondok Pesantren Imam Buchori Solo
untuk mendirikan Rodja yaitu radio dakwah ahlussunnah waljama’ah yang didirikan
pada tahun 2004, agar jangkauan dakwah Salafi tidak hanya diperuntukkan bagi
masyarakat di Bogor saja, tetapi di seluruh Indonesia. Agar seluruh umat di
Indoensai mengetahui bahwa dakwah Salafi itu ajaran Islam sesuai teks al-Qur’an
dan Sunnah Nabi, mengikuti para shahabat, tabiin dan tabiut tabiin. Dakwah
Salafi bertujuan memurnikan ajaran Islam sesuai kitab al-Qur’an dan Kitab
As-Sunnah yang bermanhaj Shalafus Shaleh. (Wawancara dengan Ustadz H. Agus Hasan)Adapun
jamaah Salafi, baik yang ada di Timur Tengah maupun di Indonesia tidak ada
kepastian berapa jumlahnya, karena tidak terdata, namun jumlahnya dari tahun
ketahun semakin meningkat. Indikasi tersebut dapat dilihat ketika diadakan
tablig akbar yang diadakan di Mesjid Istiqlal Jakarta, jamaah yang hadir begitu
banyak membanjiri masjid tersebut. Dalam Aktivitasnya Salafi, baik di Jakarta,
Cileungsi, Kota Bogor dan yang berada di tempat lainnya adalah sama yaitu
melakukan dakwah Islam berdasarkan teks al-Qur’an dan AS-Sunnah dengan
bermanhaj Shalafush Shaleh yang diadakan di Masjid-masjid yang berada di
seluruh Indonesia. Sehingga beberapa litertur yang menyebutkan tentang adanya
bermacam-macam bentuk Salafi seperti: Salafi Haroqi, Salafi Jihadis, Salafi
Yamani dan Salafi dakwah tidaklah tepat. Dimana menurut Ustadz Abu Zuhri dan
Ustadz Abu Qatadah, jamaah Salafi yang ada di Cileungsi, bahwa tidak ada
pembagian nama-nama Salafi tersebut, karena Salafi hanya ada satu yaitu Salafi
saja.
Jaringan Salafi : Jaringan Intelektual
Jaringan intelektual Salafi sangat luas, tidak hanya
terbatas antar tokoh yang ada di Indonesia, melainkan sampai ke kawasan Timur
Tengah. Jaringan intelektual dibangun melalui jalur pendidikan baik perguruan
tinggi, maupun pondok pesantren. Kagiatan dilakukan dengan cara adanya
kerjasama universitas yang ada di Timur Tengah dengan yang ada di Indonesia.
Mereka juga melakukan dakwah keintelektualan mereka melalui ceramah agama di
masjid-masjid, seperti yang dilakukan oleh Prof. Dr. Syakh Abdur Razzaq,
seorang Dosen Universitas Jami’ah Al-Islamiyah Madinah, yang sering hadir ke
Jakarta melakukan ceramah agama di Masjid Istiqlal dan menghadiri kegiatan
daurah yang diadakan oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, seorang ustadz dan tokoh
Salafi yang cukup terkenal di Indonesia dan tinggal di Bogor. Ustadz merupakan
sebutan untuk ulama Salafi. Yazid bin Abdul Qadir Jawas, memiliki Pesantren
Imam Ahmad dan Yayasan Minhajus Sunnah, beliau pernah tinggal di Mataram selama
9 tahun mengembangkan dakwah salafi. Yazid bin Abdul Qodir Jawas merupakan
kakak ipar dari Badrussalam dan H. Agus Hasan sebagai pembina dan pendiri radio
Rodja. Selain Itu ada juga Ustadz Abu Qatadah yang berasal dari Tasikmalaya dan
tinggal di Tasikmmalaya, ia lulusan dari Yaman dan memiliki Pesantren Ihya
As-Sunnah, pada setiap hari Sabtu dan minggu beliau mengajar di masjid-masjid
yang ada di Jakarta.
Badrussalam, lulusan dari Timur Tengah dan tinggal di
Cileungsi, juga memiliki Masjid Al-Barkah, sebuah TK Al-Barkah, dan beliau
mempunyai hubungan pertemanan dengan Zen Al- di Batam dan Abu Fairuz ketika
sama-sama belajar di Timur Tengah. Adapun Syakh Mudrika Ilyas Lc. sebagai Mudir
Pesantren Al-Ma’had Bermanhaj Salaf Kabupaten Bekasi selalu mengadakan hubungan
baik dengan komunitas Salafi yang ada di Rodja. Begitu pula dengan Abdul Hakim
keturunan Arab dan tinggal di Poltangan III Pasar Minggu, Jakarta, beliau
selalu bekerjasama dalam mengembangkan dakwah Salafi dengan Yazid bin Abdul
Qodir Jawas dan selalu mengajar di Pesantren Imam Ahmad dan Pesantren Minhajus
Sunnah Bogor milik Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Adapun Pawaz asal dari
Majalengka lulusan dari Pesantren Imam Bukhori Solo, yang kini tinggal di
Cileungsi, juga selalu mengajar di Masjid Al-Barkah. Para ulama Salafi antara
satu dengan lainnya saling berkomunikasi dalam rangka pengembangan jaringan
keintletualan dan dakwah mereka, seperti yang dilakukan oleh Arman Amri asal
dari Padang yang tinggal di Bogor, Mauludi Abdullah lulusan dari Madinah,
Hamzah Abbas asal dari Bekasi lulusan dari LIPIA Jakarta, Zainal Abidin berasal
dari Lamongan tinggal di Cileungsi; Abu Zuhri yang pernah mondok di Pesantren
Imam Bukhori dan sekarang ini menjadi mahasiswa LIPIA tinggal di
Cileungsi, Ali Musri asal Padang lulusan
dari Madinah, Oja asal Padang tinggal di
Cileungsi, Abu Fairuz tinggal di Batam, Kumaidi tinggal di
Lombok, Abu Nida’ tinggal di Yokyakarta, Ahmad Faiz Asifuddin tinggal di Solo
memiliki Pesantren Islam Al-Irsyad; Muhamad Umar As Sewed tinggal di Solo,
Djazuli Lc memiliki Pesantren Hidayatun Najah di Bekasi, Firdaus Sanusi, Abu
Haidar, Abu Lukman, Ali Subana; Syakh Mudrika Ilyas Lc, Mudir Al-Ma’had, Abu
Islama Imanuddin Lc, Ali Saman Hasan Lc sebagai pendiri dan pengasuh Sekolah
Dasar Islam (SDI) An-Najah yang berlokasi di Jl. Raya Pos Pengumben Kelurahan
Srengseng Jakarta Barat, dan Zain Al-Atas di Batam.
Jaringan intelektual Salafi, juga merambah kekawasan Timur
Tengah seperti: Universitas Jami’ah Al-Islamiyah Madinah, banyak menerima
santri-santri dari Indonesia, mereka juga menerima HTI dan juga dari
organisasi-oraganisasi keagamaan Islam lainnya. Di Indonesia jaringan
intelektual Salafi juga dibangun dengan cara kerjasama kegiatan antar pondok
pesantren, seperti: Pesantren Islam Al-Irsyad yang beralamat di Jl. Raya Solo,
Semarang, KM. 45 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah, yang
bekerjasama dengan pesantren–pesantren yang dipimpin oleh Ustadz Yazid bin
Abdul Qadir Jawas seperti pesantren Imam Ahmad dan pesantren Minhajus Sunnah
dalam mengembangkan dakwah Salafi; Pesantren Ihya As-Sunnah Tasikmalaya yang
beralamat di Jl. Terusan Paseh BCA No. 11 Tuguraja Kecamatan Cihideng Kota
Tasikmalaya, lembaga ini selalu bekerjasama dalam mengadakan Musabaqah Tahfizul
Qur’an, dimana para santrinya dikirim beberapa orang sebagai perwakilan untuk
menjadi peserta; Pesantren Al-Ma’had Bermanhaj Salaf yang beralamat di Jl. MT.
Haryono Kp. Awirangan Desa Taman Sari Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi, dimana
lembaga tersebut bekerjasama dalam penerimaan siswa baru dengan jalur hubungan
mengirimkan brosur-brosur ke Rodja; Sekolah Dasar Islam An-Najah yang beralamat
di Jl. Raya Pos Pengumben No. 21 Kelurahan Serengseng Kecamatan Kembangan
Jakarta Barat, sekolah ini juga tidak lepas dari
pengawasan pimpinan Pondok Pesantren yang bermanhaj Salaf
yang berada di Bekasi; Pesantren Minhajus Sunnah Kota Bogor dan Pesantren Imam
Ahmad Branangsiang yang dipimpin oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
Pada pondok pesantren Minhajus Sunnah merupakan kumpulan
santri kelas tinggi (taklim), mereka diharuskan mondok selama 2,5 tahun.
Setelah selesai mondok, mereka diperbolehkan berdakwah di wilayah mana saja.
Tetapi setiap bulan melapor tentang kegiatan dakwahnya itu. Bila sudah
melakukan dakwah selama satu tahun, ia sudah bebas tanpa harus melapor kembali
tentang dakwahnya itu. Para da’i Salafi juga seringkali melakukan pertemuan
(Daurah). Dalam setiap pertemuan setahun sekali para Syakh yang hadir biasanya
dari Yordan dan Madinah.
Dari Yordan yang biasa hadir yaitu: Syakh Ali bin Hasan,
Syakh Masyhur Hasan Salman, Syakh Muhamad bin Musin dan syakh Salim. Dari
Madinah yang biasa hadir adalah: Syakh Abdur Razaq dan Syakh Ibrahim
Ar-Rohaili.
Pelaksanaan daurah itu berlangsung selama lima hari. Tempat
pelaksanaan daurah biasanya di Blasingki atau di Mojekerto, juga di Cipanas.
Perwakilan yang hadir biasanya tingkatan Muallim, yaitu orang yang memiliki
Radio dan Majalah dan. pemilik Hotel, demikian wawancara yang penulis lakukan
dengan Kepala Tata Usaha Yayasan, Beta, 28 April 2010. Begitu juga melalui Universitas
Jami’ah Al-Islamiyah Madinah, Pesantren Islam Al-Irsyad di Solo, Pesantren Ihya
As-Sunnah tasikmalaya, Pesantren Al-Ma’had Bermanhaj Salaf di Kabupaten Bekasi,
Sekolah Dasar Islam An-Najah di Kecamatan Kembangan Jakarta Barat, Yayasan
Minhajus Sunnah di Bogor dan Pesantren Imam Ahmad di Branangsiang;
Majelis taklim-majlis taklim yang ada di Indonesia. Pesantren tersebut
selalu mengadakan hubungan baik dengan pesantren-pesantren yang bermanhaj
salaf, dan berada di seluruh Indonesia. Dengan demikian dari masing-masing
pondok pesantern maupun universitas yang satu dengan yang lainnya, saling
bekerjasama dalam mengajar dan saling mendukung dalam meningkatkan kualitas
para santri atau anak didiknya, sehingga mereka dapat mengembangkan dakwah
Salafi melalui jaringan intelektual mereka dan dapat mengenbangkannya di
wilayahnya masing-masing. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema
jaringan intelektual Salafi. Jaringan Intelektual Individu Salafi Prof. Dr.
Syaikh Abdul Razzaq
(Madinah),Yazid bin Abdul Qodir Jawas (Bogor), Badrus Salam (Cileungsi), Abu Qotadah(Tasikmalaya)
Abdul Hakim(Jakarta)Abu Nida’(Yogyakarta)Ali Musri(Padang)Syakh Masyhur
HasanSalman (Yordan)
Syakh Ali bin Hasan(Yordan)Syakh IbrahimAr-Rohaili (Madinah)Syakh
Muhammad binMuhsin (Yordan)
Ahmad Faiz Asifuddin (Solo) Zaien Al Atas (Batam) Kumaidi(Lombok)Abu
Fairuz(Batam)Hamzah Abas
(Bekasi)Djazuli (Bekasi)Mudrika Ilyas(Bekasi)Ali Salman Hasan(Jakarta)Arman
Amri(Padang)Abu Zuhri(Cileungsi)Pawaz (Cileungsi)MuhammadUmar As Sewed (Solo)Abu
Haidar(Cileungsi)Firdaus Sanusi
(Jakarta)Abu Lukman(Jakarta)Zainal Abidin(Cileungsi)Ali Subana Agus
Hasan(Cileungsi)
Jaringan Pendidikan Salafi
Jaringan Kelembagaan
Selain mengembangkan jaringan intlektual melalui jalur
pendidikan, mereka juga mengembangkan dakwahnya melalui berbagai media massa,
seperti mendirikan beberapa stasiun radio. Salah satu stasiun radio Salafi
terbesar dan sekaligus pusat informasi Salafi di Indonesia yaitu stasiun radio
Rodja. Dimana para ulama atau tokoh-tokoh Salafi dari dalam maupun luar negeri
dapat mengisi siaran langsung di radio tersebut, seperti yang dilakukan Prof.
Dr. Syakh Abdur Razzaq yang melakukan siaran
langsung tentang keagamaan di Rodja, dilakukan pada malam hari, dalam
satu minggu 2 (dua) kali. Begitu pula dengan Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
beliau senantiasa mengisi siaran keagamaan di Rodja, apalagi beliau merupakan
pembina Rodja, yang bertanggung jawab agar programnya dapat berjalan dengan
baik dalam mengembangkan dakwah salafi. Yazid bin Abdul Qodir Jawas merupakan
kakak ipar dari Ustazd Badrussalam dan H. Agus Hasan sebagai pembina dan
pendiri Rodja. Begitu juga dengan Abu Qatadah yang berasal dari Tasikmalaya dan
tinggal di Tasikmmalaya, ia lulusan dari Yaman juga mengisi siaran keagamaan di
Rodja pada setiaphari Sabtu dan minggu. Badrussalam, lulusan dari Timur Tengah
dan tinggal di Cileungsi, juga memiliki Radio Ahlussunnah Wal-Jama’ah, beliau
mempunyai hubungan pertemanan dengan Zen Al-Atas pemilik Radio
LIPIA
Universitas Jamiah Al- Islamiyah Madinah , Pesantren Islam Al-Irsyad
Solo, Pesantren Imam Bukhori Solo,
Pesantren Minhajus Sunnah Bogor,
Universitas Islam Imam Muhammad Ibnu Sa’ud Riyadh,
Pesantren Imam Ahmad Branangsiang,
Pesantren Ihya As-Sunnah Tasikmalaya,
Pesantren Al Ma’had Bermanhaj Salaf Bekasi, Pesantren Hidayadunnajah
Bekasi, Sekolah Dasar Islam An Najah Jakarta,
100 HARMONI Oktober - Desember 2010, SUHANAH
Hang di Batam. Adapun Syakh Mudrika Ilyas Lc. Bekasi selalu mengadakan hubungan
dengan komunitas Salafi yang ada di Rodja. Radio Rodja yaitu singkatan dari
Radio Dakwah Ahlus Sunnah Waljama’ah,
yang berdiri pada tahun 2004 oleh H. Agus Hasan. Berdirinya Rodja ini
merupakan salah satu upaya komunitas Salafi. Radio Rodja yang berada di
Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor, merupakan tempat para ulama/tokokh/ustadz
Salafi mengembangkan dakwah mereka, hampir semua ustadz salafi yang berada di
Indonesia menyampaikan dakwahnya di Rodja. Selain radio mereka juga mengembangkan
dakwanya melalui majalah, seperti majalah As-Sunnah dan majalah Fatawa di
Yogyakarta. Jaringan tersebut dapat dilihat sebagi berikut:
Jaringan Komunikasi Kelembagaan Salafi Melalui Radio
Jaringan Pendanaan Berdasarkan informasi dari berbagai literatur disebutkan
bahwa pendanaan kegiatan Salafi berasal dari negara Timur Tengah termasuk
Quwait. Namun pendanaan Salafi yang ada di Bogor diperoleh dari sumbangan dari
para simpatisan Salafi yang menyumbang melalui rekening Rodja, sumbangan dari
jamaah Salafi sendiri, dan sumbangan dari salah seorang pemilik hotel GA di
Jakarta dan pemilik hotel Alma di Tanah Abang yaitu Ahmad Jawas, seorang murid
dari Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, juga dari para pengusaha yang
mengeluarkan zakat dan infaqnya. Selain itu sumber dana juga di peroleh dari
penjualan jahe, penjualan buku-buku Salafi, habatus sa’adah, sari kurma, minyak
wangi dan sebagainya, ungkap Yazid dan Abdul Hakim. Radio Rodja Cilengsi Bogor
Radio Hang Batam Radio Ar-Rayyan Gresik
Jaringan Pendanaan
Pandangan terhadap Dakwah Salafi
Jamaah Salafi Penulis berhasil mewawancarai anggota jamaah
Salafi. Hanif misalnya, pemuda asal Cikarang ini memiliki latar belakang
pendidikan SDN, SMPN dan SMAN di Cikarang. Saat ini ia menempuh perguruan
tinggi di Universitas Islam Al-Azhar Jakarta jurusan Elektro. Sejak SMP sudah belajar agama Islam. Dia dulu pernah
ikut taklim di HTI dan PKS. Setelah itu pindah ke Salafi. Kepindahannya ke
Salafi karena jamaah ini bukan organisasi dan tidak berpolitik. Salafi menurutnya
adalah kumpulan orang-orang yang senang mengkaji agama berdasarkan al-Qur’an
dan As-sunnah. Salafi memberantas bid’ah (perbuatan yang tidak dicontohkan
Nabi). Menurutnya sunnah-sunnah Nabi diikutinya dengan baik, seperti:
memelihara jenggot. Kemudian Abdul Aziz atau biasa dipanggil Aji, pemuda asal
Jawa Tengah ini berlatar belakang pendidikan SDN, SMP dan STM. Saat ini ia
kuliah di Ma’had Usman bin Affan Bambu Apus Jakarta Timur. Pada awalnya Aji
merasa aneh melihat kakaknya berjenggot dan pakai celana panjang di atas mata
kaki. Keluarganya di Jawa Tengah juga melihat ada perubahan pada kakaknya.
Kakaknya tidak memberikan jawaban kepada keluarga, hanya memberikan kaset yang
berisi ceramah dari para ustadz Salafi. Dari situlah keluarganya mengerti
secara perlahan-lahan inti dakwah Salafi. Selesai menamatkan pendidikan SMP,
Aji mengikuti kakaknya itu ke Bogor. Semenjak itulah ia intensif mengikuti
kajian-kajian Salafi dan ia mulai tertarik dengan manhaj dakwahnya.
Orang-Orang Salafi, Pemilik
Hotel Grand Aliya dan Hotel Alma (Jakarta),
Simpatisan Muhsinin 102 HARMONI Oktober - Desember 2010 SUHANAH
Aparat
Sukarya adalah Ketua RW 05/RT 02 di sebuah perkampungan di
Kelurahan Cileungsi Bogor. Ia memandang Salafi bermanhaj al-Qur’an dan kitab
al-Hadist. Namun menurutnya dalam hal penyampaian dakwahnya ada yang cocok dan
ada yang tidak cocok. Yang tidak cocok karena masyarakat masih awam dan sudah
terbiasa melakukan perkaraperkara yang menurut Salafi adalah bid’ah. Walaupun
isi ceramah tersebut tidak berkenan di masyarakat, tetapi di daerah ini belum
pernah terjadi kekerasan.
Kasus yang pernah muncul yaitu masyarakat hendak melakukan
penyerangan terhadap kelompok Salafi, ditengarai dakwah mereka terlalu keras.
Menurut Sukarya, peristiwa yang tidak diinginkan dapat dihindari. Untuk
mengantisipasi munculnya aksi lebih besar, ia mengungkapkan bahwa biarkan saja
mereka berdakwah asalkan mereka tidak mengganggu masyarakat sekitar. Kelompok
Salafi dalam melakukan dakwahnya seperti pengajian ibu-ibu sering mereka
memberikan sembako dan pengobatan gratis. Dari situlah Masyarakat sebagian
tertarik mengikuti pengajian dan melakukan shalat Jum’at bersama mereka. Bahkan
masyarakat di sekitarnya sekarang sudah ada yang memakai celana di atas mata
kaki dan memelihara jenggot. Begitu pula anak saya yang pernah ikut pengajian
itu dan mau pakai jilbab bercadar dan pakai baju gamis warna hitam.
Penutup
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Jaringan
intelektual Salafi dibangun dan dikembangkan melalui jalur pendidikan yaitu
melalui perguruan tinggi (universitas) dan pondok pesantren modern serta
melalui jalur dakwah di masjid-masjid. Mereka melakukan kerjasama dengan
universitas baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Luar negeri terutama
dari Timur Tengah, seperti Saudi Arabia, Kuait, Yaman, Yordania.
Untuk menunjang program dakwahnya mereka menyebarkan misi
dakwah mereka melalui jaringan kelembagaan melalui Radio dan Majalah, seperti
radio Rodja, radio, Hang Batam, radio Ar-Rayyan di Geresik dan majalah
As-Sunnah dan majalah Fatawa di Yogyakarta. Adapun jaringan pendanaan Salafi
yang ada di wilayah Bogor, mereka tidak mendapatkan sumbangan dari negara
manapun, kecuali dari orang-orang salafi dan para simpatisan salafi serta dari
para pengusaha yang berada di wilayah Indonesia.
Rekomendasi dari kajian ini adalah; kalangan Salafi lebih
membuka diri dan mensikapi perbedaan dengan penuh semangat persaudaraan. Juga
perlu dilakukan pendekatan persuasif terhadap kelompok Salafi oleh kalangan
umat Islam lainnya terutama tokoh agama dalam mensikapi perbedaan/khilafiyah
agar tidak ada saling tuduh, tetap dalam semangat persaudaraan dan kebersamaan.
Dengan demikian tidak akan terjadi aksi mengklaim kebenaran pada dirinya
semata; Jaringan kerjasama kelompok Salafi dalam hal kelembagaan, intelektual
dan pendanaan terhadap kelompoknya sudah baik, sehingga dapat di contoh oleh
umat Islam lainnya. Kepada pemerintah melalui Kementerian Agama RI, sebaiknya
mengadakan kerjasama (merangkul) dalam kegiatan keagamaan kepada
kelompok-kelompok Salafi yang ada di seluruh Indonesia.
Daftar Pustaka
Hasan, Noorhaidi. 2008. Laskar Jihad, Islam, Militas, dan
Pencarian Identitas di Indonesia Pasca-Orde Baru. Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia dan KITLV-Jakarta.
Jawas, Yazid bin Abdul Qodir. 2009. Mulia dengan Manhaj
Salaf. Bogor: Pustaka At-Taqwa.
----------, 2009. Syarah Akidah Ahlus Sunah Wal Jama’ah.
Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Juni.
Mubarak, M. Zaki. 2007. Genealogi Islam Radikal di Indonesia
Gerakan, Pemikiran, dan Prospek Demokrasi. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
Mufid, Ahmad Syafi’i. 2009. Profil Aliran Faham Keagamaan di
Indonesia. Jakarta: Harmoni Nomor 31 Juli-September.
Syamsuddin, bin Zaenal Abidin. 2009. Buku Putih Dakwah
Salafiah. Pustaka Imam Abu Hanifah, Juni.
Tholhah, Imam. 2003. Gerakan Islam Salafiyah di Indonesia.
Jurnal Edukasi Volume I Puslitbang Pemda Nomor 3 Juli-September.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar